Ta Moko: Kebudayaan Sakral dan Penuh Simbol Suku Maori di Selandia Baru
penulis : Qonitatul Khoiryyah (qonitatul.khoiryyah-2020@fisip.unair.ac.id)
Hampir di seluruh dunia, manusia mengalami siklus hidup atau tingkatan-tingkatan tertentu yang dialami manusia dalam sepanjang hidupnya. Dalam antropologi, tingkatan-tingkatan ini disebut dengan stages along the life-cycle. Dari masa-masa atau dari tingkatan-tingkatan hidup tersebut, adalah waktu yang dianggap gawat, penuh bahaya, dan ghaib oleh suatu masyarakat kebudayaan. Oleh sebab itu, diadakanlah ritus-ritus atau upacara tertentu yang di dalamnya seringkali pula ditemukan unsur-unsur ghaib yang bertujuan untuk menolak bahaya. Dalam antropologi, ritus-ritus tersebut disebut dengan rites de passage (upacara peralihan) atau crisis rites (upacara waktu krisis). Hal ini disebabkan oleh adanya suatu kesadaran umum di antara semua manusia bahwa setiap masa yang baru atau tingkatan yang baru pada hidup manusia membawa manusia pada lingkungan sosial dan tingkatan baru yang lebih luas (Koentjaraningrat, 1972).
Salah satu ritus peralihan kelompok masyarakat di dunia adalah pembuatan tato oleh suku Maori. Suku Maori sendiri adalah penduduk asli Selandia Baru yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Seni tato tubuh orang Maori tersebut disebut sebagai moko atau biasa disebut dengan ta moko. Tato bagi orang maori adalah bagian dari ritus peralihan yang sangat dihormati dan sifatnya sakral. Pembuatan tato ini biasanya dilakukan selama masa remaja yang menandakan masuknya seseorang pada dunia yang lebih luas. Tato menjadi hal yang penting karena terdapat unsur-unsur magis di dalamnya yang bertujuan untuk menolak hal-hal yang buruk. Unsur magis ini tercermin dalam beberapa motif tato. Misalnya adalah Manaia. Di antara seluruh motif ta moko, manaia adalah motif yang diyakini dapat melindugi secara spiritual, dan membawa kekuatan gaib. Manaia digambarkan sebagai tubuh manusia engan kepala burung dan ekor ikan yang maknanya sebagai pelindung atas bumi, langit, dan laut. Selain itu, terdapat motif sakral lainnya yang disebut dengan hei tiki. Hei tiki bisanya digunakan sebagai jimat keberuntungan dan simbol kesuburan. Motif ini juga memiliki makna sebagai berpikir jernih, tanggap, setia, dan berpengetahuan. Tiki adalah jimat keberuntungan ornag maori sejak zaman kuno. Mereka percaya bahwa tiki ini mewakili embrio manuisa yang belum lahir.
Hal yang unik dari ta moko ini adalah motifnya selau sangat rumit dan detail. Selan itu, tiap motif tato akan dibuat satu kali saja sehingga tidak ada dua tato yang sama. Dengan demikian setiap orang Maori memiliki motif tato yang berbeda. Di samping itu, tato Maori ini yang sakral ini juga menampilkan seni dan budaya orang-orang Maori. Orang yang ahli membuat ta moko disebut sebagai tohunga ta moko atau spesialis moko. Para ahli pembuat tato ini sangat dihormati dan dianggap sebagai tapu atau suci. Tohunga ta moko yang masih melestarikan kebudayaan tradisional ta moko yang asli tidak membuat tato dengan jarum tetapi dengan pisau dan pahat yang terbuat dari gigi hiu, tulang tajam, atau batu tajam. Pahat yang digunakan itu disebut dengan uji. Sedangkan tinta yang digunakan untuk membuat ta moko adalah produk alami seperti kayu bakar untuk pigmen hitam, dan pigmen yang lebih ringan berasal dari ulat tertentu, atau dari permen karet akuri yang dibakar dan dicampur dengan lemak hewani. Selanjutnya, pigmen itu disimpan dalam wadah tradisional yang disebut dengan oko dan menjadi pusaka keluarga. Oko ini dikubur saat tidak digunakan.
Bagian tubuh yang dianggap paling sakral atau suci oleh orang Maori adalah bagian kepala sehingga tato maori yang paling populer adalah tato wajah dengan pola eperti spiral. Tatto yang menutupi seluruh wajah ini simbol dari pangkat, status, kekuasaan, dan prestise. Nama lain ta moko pada wajah adalah kirituhi. Secara etimologi, kiri artinya kulit dan tuhi artinya seni. Orang-orang Maori mengatakan bahwa umumnya mereka menato area tubuh dan lengan, sehingga kiri tuhi adalah ta moko yang diperuntukkan untuk wajah saja. Motif-motif yang digunakan juga tidak sembarang motif dan penuh dengan makna filosofis. Misalnya adalah pada elemen garis manawa utama, yang merupakan garis yang tampak seperti kulit, adalah simbol dari hati yang mewakili hidup manusia, perjalanan hidup manusia, dan waktu yang dihabiskan manusia di bumi. Selain itu, bagian elemen jalur manawa yaitu korus utama adalah simbol dari bagian suatu kelompok masyarakat. Tidak hanya itu, pola pola khas suku maori juga beragam, yang di antaranya adalah paki sebagai simbol prajurit, hikuaa sebagai simbol kemakmuran, unaunahi sebagai simbol kesehatan, ahu ahu mataroa sebagai simbol tantangan, tararatareka yang merupakan tanda gigi paus.
Sifat dari tato Maori ini sangatlah sakral sehingga dalam prosesnya ketika seseorang sedang ditato, ia tidak boleh berbicara kepada siapapun selain orang lain yang ditato. Mengenai dibuatnya tato ini, ketika saat menjalani perawatan wajah setelah ditato, orang Maori memiliki larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual saat menjalani ritual dan menghindari makanan padat. Selain itu, orang Maori makan dari corong kayu untuk mencegah bahan makanan yang dapat mencemari kulit yang bengkak. Hal ini dilakukan sampai wajah sembuh dari bengkak akibat prosesditato. Orang Maori sering menggunakan balsem yang terbuat dari daun pohon karaka untuk mempercepat proses penyembuhan. Untuk membantu menenangkan rasa sakit, tato ini seringkali disandingkan dengan musik dan nyanyian.
Selain bersifat sakral, ta moko adalah simbol dari status sosial. Hanya orang-orang dengan pangkat tertentulah yang boleh memiliki tato. Orang dengan status sosial yang rendah seperti budak tidak diizinkan memiliki tato, terkhusus tato wajah. Sekalipun mereka memiliki akses untuk membuat tato, masyarakat tidak akan mengakuinya. Tato wajah ini adalah simbol dari identitas mereka. Bagi pria, tato wajah mereka menunjukkan prestasi, status, posisi, keturunan, dan status perkawinan mereka. Dalam melestarikan budaya ini, sekaligus pada pembuatan tato ta moko yang masih tradisonal, organisasi seni yang dikenal sebagai Te Uhi a Mataora baru-baru ini didirikan oleh para praktisi tradisional Maori untuk melestarikan budaya suku Maori. Te Uhi a Mataora memiliki tujuan untuk retensi dan pengembangan lebih lanjut dari ta moko sebagai bentuk seni asli suku Maori.